Ritus
Ma’nene: Sebuah Tradisi Untuk Memanusiakan
Yang Mati
oleh" Risal Maulana"
Bermula
dari kisah seorang pria bernama Pong Rumasek yang menemukan sesosok mayat
tergeletak di tengah jalan dengan kondisi memprihatinkan, maka hati Pong
Rumasek tergerak. Dilepaskan bajunya untuk dikenakan kepada jasad yang tinggal
menyisakan tulang-belulang itu. Lalu dipindahkan ke tempat yang lebih layak. Ketika
pulang ke rumahnya sebuah hal tak tertuga terjadi, Pong Rumasek terheran-heran
karena mendapati lahan pertaniannya sudah siap panen, padahal jika melihat
bulan bercocok tanam, sebetulnya belum menyentuh waktu untuk berpanen. Tak
hanya itu, keberuntungan demi keberuntungan senantiasa menyertai hidup Pong
Rumasek.
Bermula
dari cerita rakyat itulah muncul tradisi yang bisa dikatakan unik, namun
sekaligus menyeramkan dari masyarakat Toraja. Sebuah ritus yang dikenal dengan
nama Ma’nene, sebuah tradisi yang
mempertemukan antara orang hidup dengan orang yang sudah lama meninggal, dengan
kata lain bahwa tradisi ini menjadi momen bagi seluruh anggota keluarga untuk
berkumpul. Tradisi Ma’nene ini identik dengan berkumpulnya para sanak saudara
untuk merayakan layaknya pada perayaan hari raya keagamaan. Masyarakat toraja
percaya bahwa ketika tradisi berlangsung jenazah yang sudah meninggal dapat
merasakan kegembiraan seperti orang-orang hidup yang merayakannya. Terlepas
dari cerita faktual atau bukan, masyarakat Toraja percaya bahwa memanusiakan
orang yang sudah meninggal adalah perbuatan yang dinilai mulia. Ritual ini
digelar dengan cara menggatikan pakaian orang yang sudah meninggal dengan
menggunakan pakaian baru atau pakaian kesukaan orang yang sudah meninggal.
Tradisi
Ma’nene bukan berarti tanpa makna didalamnya, bagi masayarakat Toraja memiliki
makna bahwa “Nene”diartikan sebagai
orang yang sudah meninggal dunia. Baik itu tua maupun muda sama-sama disebut
nene. Kata nene kemudian diberi awalan “Ma” yang jika digabungkan dapat
diartikan “merawat mayat”. Ritus Ma’nene diawali dengan membongkar kembali
petani tempat bersemayamnya para jasad yang sudah meninggal atau dikenal juga
dengan nama kuburan Patene. Setelah membongkarnya lantas para anggota keluarga
mengganti pakaian yang sudah lama dipakai oleh para jasad serta menggantikannya
dengan pakaian baru. Biasanya masyarakat akan menggantikan pakaian para jasad
dengan pakaian yang sangat disukai jeazah pada saat hidupnya, seperti pakaian
polisi ataupun pakaian yang baru tentunya.
Fakta
menarik yang terdapat dari tradisi ini ialah, tidak semua masyarakat bisa
menjalankannya, melainkan tradisi ini biasa dilakukan oleh orang-orang yang
terbilang kaya atau terpandang secara materil. Bukan tanpa alasan mengapa hanya
golongan masyarakat tertentu yang bisa menggelarnya, dilihat dari kelanjutan
tradisi ini serprti diadakannya acara makan-makan, serta ada beberapa hewan
yang dikorbankan dan tentunya memakan biaya yang tidak sedikit. Penyembelihan
kerbau menjadi suaru hal yang diwajibkan, yang kita mengenal bahwa kerbau
menjadi hewan yang sangat mahal di Tana Toraja, terlebih kerbau bule atau putih
yang harganya sangat mahal.
Comments
Post a Comment